Situs Watu Lumpang: Sebuah Bangunan Peninggalan Zaman Megalitikum di Banyumas

Situs watu lumpang merupakan situs yang berada di wilayah Desa Sambirata tepatnya di Grumbul Ragun Desa, Kecamatan Cilongok, Banyumas. Dinamakan watu lumpang, karena bentuknya seperti lumpang, yaitu bejana untuk menumbuk padi, kopi, dan bahan lainnya pada zaman dahulu. Situs ini sendiri berada di dalam perkebunan milik warga yang sejak diresmikan kemudian dipasangi pagar pembatas untuk menjaga kelestarian situs ini. Lokasinya sendiri sebetulnya tidak jauh dari jalan raya, tetapi memang agak masuk ke dalam area perkebunan dengan jalanan yang terlihat tidak terlalu terawat karena banyak rumput liar dan jalannya masih berupa tanah yang membuat licin jika hujan.
Dikatakan bahwa watu lumpang sendiri merupakan bangunan punden berundak sebagai tempat pemujaan arwah nenek moyang pada masa prasejarah. Situs yang dekat dengan lereng Gunung Slamet ini berorientasi ke arah utara dan selatan dengan pusatnya di Gunung Slamet. Seperti pada gambar, Watu Lumpang ini berukuran besar berbentuk setengah lingkaran dengan tinggi 80 cm, diameter 70 cm dan berlubang dibagian tengah atas yang berisi air. Konon katanya, air hujan yang tertampung di dalamnya tidak pernah luber meski curah hujan deras hingga berhari-hari. Masyarakat juga mempercayai jika air tampungan Watu Lumpang mempengarhi kondisi air masyarakat sekitar. Jika air didalamnya menyusut, maka air di rumah warga pun sedikit, dan begitupun sebaliknya.

Hal yang membuktikan bahwa situs ini digunakan sebagai tempat pemujaan roh nenek moyang adalah karena pada sebelah timur situs ini ada aliran sungai kecil yang bersumber dari mata air salah satu curug atau air terjun yang dekat dengan daerah itu, bernama Curug Cipendok. Hal ini berkaitan dengan tradisi bahwa sebelum memasuki area suci, masyarakat zaman dahulu akan menyucikan diri dengan air tersebut sebelum memasuki area pemujaan. Di sebelah utaranya sendiri, terdapat tatanan batu yang berfungsi sebagai tempat pemujaan. Selain itu, lokasinya juga berada jauh dari rumah penduduk dan jalan menuju situs tersebut adalah jalanan menanjak, menandakan bahwa manusia zaman dulu memilih tempat yang jauh dari bising untuk melakukan ritual pemujaan dengan tenang dan khusuk.
Untuk pemeliharaan, situs ini sebetulnya memiliki juru kunci bernama Bapak Sudiro yang biasanya membersihkan area sekitar dari daun-daun kering, maupun rumput liar. Namun ketika melihat papan informasi tersebut sudah agak memprihatinkan karena telah rusak dan kotor sehingga tulisan yang berisi informasi situs pun menjadi tidak bisa terbaca. 
Situs ini sendiri sampai saat ini konon masih sering digunakan untuk ritual beberapa orang, dilihat dari jejak-jejak yang tertinggal seperti bunga maupun menyan di sekitar situs Watu Lumpang ini. Kedatangan orang-orang ini memiliki maksud tujuan mereka sendiri tergantung keinginannya, mereka masih mempercayai bahwa barang peninggalan purba ini memiliki kelebihan tersendiri dalam hal supranatural, sehingga masih disucikan hingga kini.


REFERENSI
Satelitpos.com, 2018, “Situs Watu Lumpang Cilongok, Peninggalan Prasejarah yang Dikeramatkan”. Diakses dari https://www.teras.id/news/pat-5/49822/situs-watu-lumpang-cilongok-peninggalan-prasejarah-yang-dikeramatkan/

Lukman Talhah, 2020, “Watu Lumpang, Situs Megalitikum Dekat Lereng Gunung Slamet”. Diakses dari https://www.google.com/amp/s/tapak.id/watu-lumpang-situs-megalitikkum-dekat-lereng-gunung-slamet/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sistem Sosial-Budaya Etnis Bugis di Wilayah Karangantu, Banten

Situs Watu Meja: Konstruksi Bangunan Megalitik di Tengah Hutan Desa Cilongok, Banyumas.