Hijab dan Fenomena Pemaknaannya
Hello everyone. Sebagai negara dengan mayoritas muslim terbesar di dunia. Tentu kita sudah tidak asing dong dengan fashion hijab yang dipakai wanita muslimah dan berkembang secara cepat di masyarakat. Namun, apakah hijab betul-betul dimaknai sebagai sebuah kewajiban beragama, simbol kereligiusan, atau hanya sekedar ikut-ikutan saja yaa?
Nah, di kesempatan kali ini, gue pingin bahas sedikit mengenai fenomena pemaknaan hijab yang ada di masyarakat nih. Lets check dis out yaa.
Hijab dalam Islam merupakan sebuah busana wajib bagi wanita muslimah. Hijab
diartikan sebagai penutup kepala sekaligus sebagai simbol atau identitas keislaman
pemakainya. Namun, dibalik makna tersebut, terdapat realitas yang menjadikan hijab tidak
hanya dimaknai sebagai penutup kepala maupun sebagai busana konservatif pemakainya, tetapi juga sebagai tren fashion di kalangan anak muda hingga orang tua yang ingin tampil modis dalam balutan konsep syar’i.
Fenomena ini menjadi menarik dalam lingkungan sosial karena ternyata terdapat pergeseran makna identitas hijab yang semula dianggap kaku, kemudian bergeser menjadi sebuah busana trendy yang digandrungi dalam dunia fashion. Fenomena pemaknaan pemakaian hijab Syarief Husyein (2015) mengatakan bahwa jilbab tidak hanya sebagai fenomena kelompok sosial tertentu, tetapi ia telah menjadi fenomena pada seluruh lapisan masyarakat. Konstruksi makna mengenai hijab mengalami pergeseran dari dogmatis menjadi alasan
psikologis dan sosiologis. Identitas hijab menurutnya telah mengalami percampuran antara islam dan modernitas, sehingga kemudian melahirkan trademark tersendiri yang penulis anggap sebagai politik identitas Jilboobers, dari gabungan dua kata yaitu jil (jilbab) dan boobs (payudara). Hal ini dilatarbelakangi karena munculnya fenomena kelompok pengguna hijab namun juga berpakaian ketat, yang seolah meninggalkan esensi atau makna dari hijab itu sendiri.
Selain itu, hijab juga kemudian dimaknai sebagai komoditas produksi yang menjanjikan karena permintaannya sangat dicari. Perkembangan tersebut dapat dilihat dari semakin banyaknya produk busana hijab yang diperjual-belikan dalam e-commerce dengan harga yang terjangkau namun dengan kualitas yang tidak begitu baik Hal ini jugamelatarbelakangi memunculkan budaya konsumerisme dalam masyarakat karena keinginan belanja yang semakin tinggi akibat harga barang yang terjangkau.
Lalu, bagaimana perkembangan sejarah hijab hingga menjadi seperti saat ini?
Menurut catatan sejarah, perkembangan fashion hijab di Indonesia pertama kali
dipakai seorang muslimah bangsawan dari Makassar, Sulawesi Selatan pada abad 17. Cara ia berhijab pun kemudian ditiru oleh perempuan Jawa pada awal tahun 1900-an setelah berdirinya organisasi muslim Aisyiyah, yaitu salah satu organisasi Islam terbesar yang sampai saat ini cukup berpengaruh dalam masyarakat melalui kegiatan pendidikan, ekonomi,
sosial, dan kesehatannya.
Namun, pada masa Orde Baru, pemerintah sempat melarang pemakaian hijab di
sekolah-sekolah secara ketat dengan tujuan mengendalikan isu agama di arena publik. Karena
pemerintah beranggapan bahwa hijab adalah simbol politis yang berasal dari Mesir dan Iran yang situasi politiknya tidak sama dengan budaya Indonesia. Pemerintah saat itu khawatir jika hijab akan dijadikan sebagai identitas politik yang mengganggu stabilitas pemerintah.
Setelah berakhirnya masa Orde Baru, masyarakat menjadi lebih bebas menggunakan
identitas agamanya, termasuk perempuan muslim dalam menggunakan hijab. Tren penggunaannya pun semakin berkembang dengan munculnya beragam model-model baru akibat pengaruh hijabers community di tahun awal 2010, hingga menjadikan hijab sebagai produk fashion populer di berbagai kalangan perempuan muslim, dari anak-anak hingga
dewasa
Di berbagai negara, model hijab yang berkembang juga berbeda-beda, sehingga
memunculkan karakteristik tersendiri seperti :
● Somalia dan Ethiopia kebanyakan menggunakan model hijab turban
● Afghanistan terkenal dengan penggunaan burqa atau sejenis niqab yang menutupi
hampir seluruh tubuhnya
● Pakistan, biasanya menggunakan model dupatta atau syal bergaya klasik yang sedikit
memperlihatkan rambut mereka
● Iran, identik dengan model hijab bercadar dengan penggunaan warna yang dominan
gelap
● Indonesia dan Malaysia, memiliki model hijab yang cenderung lebih fashionable dan
senantiasa berubah mengikuti tren pasar mode yang sedang ramai.
Dari analisis terhadap fenomena tersebut, dapat ditarik kesimpulan jika perkembangan model
hijab di Indonesia memang lebih beragam dari negara lain, sehingga menarik minat masyarakat untuk memakainya juga. Meskipun seiring perkembangannya, hijab mungkin tidak bisa lagi digunakan sebagai indikator muslimah yang taat agama karena pemakaiannya yang kebanyakan juga masih melenceng dari aturan agama.
REFERENSI
- Husyein, Syarief. 2015. “Antropologi Jilboob: Politik Identitas, Lifestyle, dan Syariah”. Jurnal Agama dan Hak Asasi Manusia, 4 (1), 318-322
- Safari, Arif Nuh. (2014). PERGESERAN MITOLOGI JILBAB (Dari Simbol Status ke Simbol Kesalehan/Keimanan). Musâwa, 13 (1), 25-26.
- Suhendra, Ahmad. (2013). Kontestasi Identitas Melalui Pergeseran Interpretasi Hijab Dan Jilbab Dalam Al Qur’an. PALASTREN, 6 (1), 15-18.
- Qibtiyah, Alimatul. (2019). “Hijab di Indonesia: Sejarah dan Kontroversinya”. Diakses dari https://theconversation.com/hijab-di-indonesia-sejarah-dan-kontroversinya-112029
Komentar
Posting Komentar