Postingan

Hijab dan Fenomena Pemaknaannya

Gambar
                          sumber: pinterest Hello everyone. Sebagai negara dengan mayoritas muslim terbesar di dunia. Tentu kita sudah tidak asing dong dengan fashion hijab yang dipakai wanita muslimah dan berkembang secara cepat  di masyarakat. Namun, apakah hijab betul-betul dimaknai sebagai sebuah kewajiban beragama, simbol kereligiusan, atau hanya sekedar ikut-ikutan saja yaa? Nah, di kesempatan kali ini, gue pingin bahas sedikit mengenai fenomena pemaknaan hijab yang ada di masyarakat nih. Lets check dis out yaa. Hijab dalam Islam merupakan sebuah busana wajib bagi wanita muslimah. Hijab diartikan sebagai penutup kepala sekaligus sebagai simbol atau identitas keislaman pemakainya. Namun, dibalik makna tersebut, terdapat realitas yang menjadikan hijab tidak hanya dimaknai sebagai penutup kepala maupun sebagai busana konservatif pemakainya,  tetapi juga sebagai tren fashion di kalangan anak muda hingga orang tua yang ingin tampil  modis dalam balutan konsep syar’i. Fenom

Ebeg: Kesenian Tari Khas Banyumas yang Memiliki Unsur Mistis

Gambar
sumber: blog unnes Banyumas merupakan salah satu Kabupaten di wilayah Provinsi Jawa Tengah yang menyimpan beragam budaya, kesenian, maupun tradisi yang menggambarkan karakteristik dari wilayah Banyumas itu sendiri. Salah satunya yaitu, kesenian Ebeg atau Kuda Lumping yang merupakan warisan kesenian sejak sebelum Hindu-Budha atau sejak saat masyarakat mempercayai animisme-dinamisme. Dinamakan Kuda Lumping karena kesenian ini menggunakan peraga anyaman-kuda-kudaan yang dipakai oleh para penarinya, hal itu konon memiliki makna seperti seorang prajurit yang sedang menunggang kuda, dan menggambarkan kegigihan serta semangat juang para prajurit.  Tari ebeg tergolong sebagai warisan budaya yang sangat tua karena diperkirakan sudah ada sejak masa perkembangan kepercayaan animisme-dinamisme sekitar abad ke 9 yang tidak lepas dari adanya kepercayaan terhadap adanya roh nenek moyang dalam benda-benda ataupun dapat merasuki seseorang. Hal yang menguatkan asumsi ini adalah adanya kesuru

Masjid Saka Tunggal: Destinasi Wisata Sejarah Islam bersama Kawanan Monyet

Gambar
Hallo, fellas. Buat kalian yang tinggal di Banyumas, mimin ada rekomendasi tempat wisata sejarah Islam yang mungkin bisa kalian masukin wishlist jalan-jalan nihh. Yepp, masjid saka tunggal. Loh masjid emang apa menariknya? Jangan salah bestie, masjid ini umurnya udah ratusan taun lohh dan banyak juga keunikannya, salah satunya kalian bisa bertemu banyak kawanan monyet liar yang tinggal di hutan sekitaran masjid, jadi ngga cuma ngeliat masjid aja, tapi kalian juga bisa mencoba pengalaman ngasih makan monyet. Tapi hati-hati buat yang bawa barang bawaan yahh, karena monyetnya nakal jadi takut di sebat kalo bawa kantong dan sejenisnya.  Buat yang muslim juga kalian bisa merasakan pengalaman sholat di salah satu masjid tertua di Banyumas ini yang didalamnya memiliki saka tunggal yang dihias dengan ukiran dan warna yang cantik. Pastinya akan bisa memanjakan mata dan batin kalian nih^^ Nahh untuk lebih jelasnya bagian apa saja yang bisa kalian pelajari dan temukan di masjid saka tunggal, mari

Situs Watu Meja: Konstruksi Bangunan Megalitik di Tengah Hutan Desa Cilongok, Banyumas.

Gambar
Lokasi situs ini yaitu di Dusun Madasmayung, Desa Karangtengah, Banyumas. Untuk dapat mencapainya, dibutuhkan waktu kurang lebih 10 menit dari tempat Watu Lumpang. Masyarakat sendiri mengenal situs ini sebagai Meja Batu atau “Tabet” yang pada zaman megalitikum digunakan sebagai tempat meletakkan sesaji untuk upacara atau ritual penyembahan. Akses menuju situs Tabet ini sangat menantang karena harus melewati perkebunan milik warga yang curam dengan jalan berbatu yang masih banyak semak belukar serta rumput liar dan tanah yang membuat jalanan menjadi licin terutama di musim penghujan seperti saat ini. Bagi orang luar yang ingin berkunjung pun sebaiknya harus ditemani oleh salah satu warga sekitar agar tidak tersesat saat menuju situs ini.  Lokasinya sendiri memang sedikit tersembunyi di dalam hutan yang penuh pepohonan dengan aura mistis yang masih terasa kental. Lokasi situs ini juga dekat dengan sumber mata air dari Curug Cipendok yang membuktikan dulunya memang digunakan

Sistem Sosial-Budaya Etnis Bugis di Wilayah Karangantu, Banten

Gambar
SEJARAH MASYARAKAT BUGIS DI KARANGANTU, BANTEN Keberadaan etnis Bugis di Karangantu Banten sudah dimulai sejak awal abad ke-17 atau bahkan jauh sebelum itu etnis Bugis sudah ada dan menetap di Banten. Pada awalnya, keberadaan orang Bugis di Kampung Bugis Karangantu Banten hanya beberapa orang saja yang tinggal hingga pada akhirnya menetap dan membentuk sebuah komunitas yang sekarang kita kenal dengan perkampungan etnis Bugis Karangantu. Orang Bugis yang dikenal sebagai pelaut ulung juga menjadi salah satu faktor mengapa mereka bisa sampai ke Banten, bahkan banyak juga yang merantau ke daerah lain bahkan ke luar negeri untuk mencari daerah yang bagus . Karena mayoritas komunitas Bugis yang merantau dan tersebar di berbagai wilayah berprofesi sebagai nelayan, maka daerah pesisir adalah salah satu tempat strategis yang memungkinkan orang Bugis tinggal dan menetap karena ada peluang usaha yang bisa mereka tekuni, tak terkecuali seperti masyarakat yang tinggal di Karangantu, Ban

Edward Burnett Tylor: Tokoh Antropologi Kontemporer Peletak Dasar Kebudayaan

Gambar
Edward Burnett Tylor atau lebih sering ditulis sebagai E.B Tylor merupakan salah satu tokoh Antropologi Kontemporer yang dianggap menyumbang besar terhadap terbentuknya Ilmu Antropologi karena kontribusinya dalam mendefinisikan “kebudayaan” dan juga karena Tylor memiliki gelar pertama sebagai Profesor Antropologi di Oxford. Lebih lanjut : 1. Teori dan Konsep Kebudayan Kontribusi Tylor yang menjadi titik awal Ilmu Antropologi adalah pada warisannya yang membahas mengenai mengenai definisi Kebudayaan dalam buku Primitive Culture. Pada 1952, Kroeber dan Kluckhohn mengobservasi jika Tylor telah  “deliberately establishing a science by defining its subject matter” dengan merumuskan definisi kebudayaan yang paling universal dan inklusif, ditengah-tengah definisi kebudayaan masa itu yang masih rasis dan hanya terfokus pada masyarakat Eropa saja yang menjadi subjeknya. Menurut Tylor, “Kebudayaan atau peradaban, yang diambil dari arti luas, adalah bahwa keseluruhan kompleks yang men

Menguak Fenomena Diskriminasi Gender dan Feminisme dalam Film "Kim Ji-Young Born in 1982"

Gambar
Feminisme dimaknai sebagai sebuah serangkaian gerakan sosial, gerakan politik, dan ideologi yang memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk mendefinisikan, membangun, dan mencapai kesetaraan gender di lingkup politik, ekonomi, pribadi, dan sosial. Hodgson-Wright (2006), mengemukakan bahwa feminisme adalah gerakan untuk menghadapi patriarki pada tahun 1550-1700 di Inggris, yang kemudian semakin berkembang menjadi sebuah gerakan untuk memperjuangkan keadilan karena adanya diskriminasi gender. Seiring waktu, isu feminisme kian mendapat tempat tersendiri dalam masyarakat, seperti lewat media film yang telah banyak mengangkat tema feminisme melalui dialog, maupun simbol-simbol secara tersurat di dalamnya. Film sendiri dipercaya sebagai alat komunikasi paling efektif guna menyampaikan pesan pada masyarakat, karena film menjadi cerminan dari masyarakat yang menciptakan mereka. Film juga dapat menjadi alat propaganda yang muncul dengan mengangkat isu-isu krusial. Film-film bertema femi

Situs Watu Lumpang: Sebuah Bangunan Peninggalan Zaman Megalitikum di Banyumas

Gambar
Situs watu lumpang merupakan situs yang berada di wilayah Desa Sambirata tepatnya di Grumbul Ragun Desa, Kecamatan Cilongok, Banyumas. Dinamakan watu lumpang, karena bentuknya seperti lumpang, yaitu bejana untuk menumbuk padi, kopi, dan bahan lainnya pada zaman dahulu. Situs ini sendiri berada di dalam perkebunan milik warga yang sejak diresmikan kemudian dipasangi pagar pembatas untuk menjaga kelestarian situs ini. Lokasinya sendiri sebetulnya tidak jauh dari jalan raya, tetapi memang agak masuk ke dalam area perkebunan dengan jalanan yang terlihat tidak terlalu terawat karena banyak rumput liar dan jalannya masih berupa tanah yang membuat licin jika hujan. Dikatakan bahwa watu lumpang sendiri merupakan bangunan punden berundak sebagai tempat pemujaan arwah nenek moyang pada masa prasejarah. Situs yang dekat dengan lereng Gunung Slamet ini berorientasi ke arah utara dan selatan dengan pusatnya di Gunung Slamet. Seperti pada gambar, Watu Lumpang ini berukuran besar berbentu